PANGANDARAN JAWA BARAT - Di indonesia koruptor takut pada penegak hukum namun lebih takut pada wartawan, " itu rangkuman keterangan dari beberapa orang mantan narapidana korupsi yang tidak mau disebut namanya, Minggu (17/04/2022).
Walaupun beda instansi, namun kata mereka, koruptor dengan penegak hukum kami tetap sama-sama pejabat negara. "Hal itulah yang menyebabkan Kolusi Korupsi Nepotisme (KKN) masih tumbuh subbur di negri indonesia ini".
Beda halnya ketika KKN diketahui oleh beberapa wartawan, apalagi bila terus langsung diberitakan. Spontan para koruptor pasti langsung ditangkap dan dimasukan ke Sel Tahanan, " katanya.
Rata-rata mereka mengatakan bahwa, setelah keluar dari tahanan, kami mencoba bermasyarakat, namun kami merasakan cibiran dan sarkastik dari masyarakat, belum lagi pihak anak dan istri yang setelah keluar rumah, sering menangis histeris, ternyata akibat perbuatan korupsi sang Suami anak istripun ikut menanggung bebannya.
Kami sekarang menyadari, ternyata hukuman sosial oleh masyarskat itu jauh lebih berat ketimbang hukuman badan oleh Rumah tahanan negara...ternyata tidak hanya saya, namun anak dan istripun ikut pula meneriman hukuman sosial dari masyarakat.
Contohya : setelah bebas, karena susahnya masyarakat menerima mantan napi koruptor, kami coba Menemui kawan dekat semasa kecil, dengan mereka, kadang kami lebih terbuka untuk curhat sambil bercanda ria, akan tetapi ujungnya tetap saja menyakitkan manakala mereka minta jatah uang hasil korupsi.
Baca juga:
Penegak Hukum Jangan Pura-Pura Salah Gigit
|
Lebih jelasnya mereka mengatakan begini: kalaupun uang dikembalikan pada negara, tetap tidak percaya, pasti masih banyak uang yang kamu sembunyikan - terus ngapain kamu korupsi kalau tidak bisa menikmati hasilnya "bohong kamu, dasar koruptor.(sambil mengusir) pergi kamu sana!"... nah, walaupun diucapkan sambil tertawa, namun expresi-nya lah yang tetap menyakitkan.
Kata-kata itu-pun sama seperti yang diterima oleh anak dan istri saya. Makanya mereka apabila sehabis keluar rumah, pulangnnya sering menangis sambil mengatakan " pah! saya tidak kuat lagi, mungkin bunuh diri lebih baik ketimbang terus-terusan menerima cacian dan hinaan"...nah, tangisan anak istri itulah yang sangat Menyayat hati kami.
Dari semua peristiwa diatas, ternyata hukuman sosial yang diterima koruptor jauh lebih berat ketimbang maling biasa, makanya bagi para pejabat negara yang masih menjabat, janganlah melakukan KKN, karena perbuatan korupsi itu jelas menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, hinggga kekesalan setiap orang bisa diungkapkannya, ternyata masyarakat indonesia susah sekali menerima mantan napi koruptor.
Kami sadar, dan kami tidak bisa melawan hukuman rakyat, manakala ketemu mereka mengatan bahwa, yang kamu embat itu uang rakyat. Dasar koruptor tidak bermoral, seharusnya kamu memberi dan memperjuangkan hak rakyat, ko bisa sebaliknya malah hak rakyatpun kamu curi, biadab kamu, " itu kata mereka sambil nunjuk-nujuk dan marah.
Betapa hancurnya diri ini, manakala cacian dan umpatan itu di katakan langsung didepan anak dan istri, rasanya tidak berarti lagi hidup ini, namun apa daya. Nasi sudah menjadi bubur, " kata mereka.
Terkait mengapa kami betcerita kepada wartawan...ya karena barangkali masih ada hikmahnya dan bisa jadi petuah bagi semua pihak. Perbuatan korupsi itu tadinya pasti ingin merubah kehidupan kearah lebih baik, tetnyata endingnya yang didapat: Aib, Celaan, Hinaan sampai ke anak cucu, " kata mereka.
Menututnya, di indonesia, Wartawan itu sebagai penjaga 4 pilar kebangsaan...ya, itu benar adanya. Tidak bisa kami bayangkan jika di indonesia ini pers dibungkam, KKN bakal marak tumbuh subur dimana-mana. Maka dari itu lembaga Pers harus dihidupi...ya, harus diprioritaskan, minimal berilah anggaran yang cukup memadai.
Kami dengar, saat ini, apa yang didapat insan pers dari MOU dengan pemerintah untuk biaya oprasional-pun tidak mencukupi, apalagi untuk menambah kekayaan.
Maka dari itu, demi tegaknya NKRI, supaya insan pers tidak terkena angin, disarankan DPR dengan pemerintah duduk bersama buatkan regulasinya, berilah wartawan anggaran yang memadai.
Terbukti saat kami hilap melakukan KKN, menghadapi wartawan itu sulitnya minta ampun...ya, karena minta maaf, apalagi menolak diwawancara pun ditulisnya...kan tetap jadi piral dan rame di medsos, yang ahirnya terduga koruptor ditangkap dan dijebloskanlah ke jeruji besi.
Dengan penegak hukum, koruptor masih bisa tarik ulur, namun apabila wartawan ramai memberitakan, biasanya penegak hukum langsung lebih proaktip.Nah disitu bedanya penegak hukum dengan wartawan, " katanya.
Makanya, sebagai mantan napi Koruptor kami memang takut pada Penegak hukum, namun kami lebih takut pada Wartawan, " sebutnya.***